Mataram NTB - Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan provinsi kepulauan yang terletak di Tenggara Indonesia dengan dua pulau utamanya: Lombok dan Sumbawa. Kedua pulau ini memiliki karakteristik alam, sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang berbeda namun saling melengkapi. Menjadi satu modal dasar pembangunan untuk dikembangkan bersama. NTB juga memiliki ratusan pulau-pulau kecil yang menyimpan potensi besar. Menjadi satu pesona tersendiri yang bernilai jual tinggi.
Di awal masa kemerdekaan, NTB menjadi bagian dari Provinsi Sunda Kecil yang beribu kota di Singaraja Bali. Sunda Kecil merupakan provinsi yang di dalamnya bergabung Bali, NTB dan NTT. Ketika Republik Indonesia Serikat (RIS) berdiri pada Desember 1949, NTB menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.
Tidak berlangsung lama, NTB kemudian menjadi provinsi sendiri pada 17 Desember 1958 dengan bergabungnya pemerintahan Pulau Lombok dan Sumbawa berdasarkan UU Nomor 64 Tahun 1958 tanggal 14 Agustus 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Swatantra Tingkat I Bali, NTB dan NTT. Momen inilah yang kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Provinsi NTB hingga kini.
Masa Pemerintahan Gubernur
Roeslan Tjakraningrat (1958-1966)
Roeslan Tjakranigrat memimpin NTB dengan tantangan utama krisis pangan dan ancaman kelaparan yang nyata. Pada 1959 tak kurang dari 10 ribu jiwa warga Lombok Selatan meninggal dunia karena kekurangan gizi yang parah. Pada periode 1965-1966 tercatat sekitar 20 ribu kepala keluarga di Lombok Selatan hidup dalam kesulitan pangan yang berat. Gizi buruk menimpa ribuan anak-anak di sana.
Delapan tahun memimpin NTB, Gubernur Roeslan berusaha keras menjadikan NTB daerah yang lebih baik. Meletakkan fondasi pemerintahan dan pembangunan daerah. Memperkuat nasionalisme dan semangat kebangsaan. Merekatkan kebersamaan antar segenap kelompok-kelompok di tengah masyarakat NTB yang plural. Dalam sejumlah aspek inilah, Roeslan Tjakranigrat memberikan warisannya untuk NTB.
Masa Pemerintahan Gubernur
H.R. Wasita Kusumah (1966-1978)
Di masa pemerintahan Gubernur Wasita Kusumah, usaha-usaha yang lebih mendalam mengatasi kemiskinan dan kelaparan di NTB khususnya di Pulau Lombok dilakukan. Antara lain dengan membentuk program Gugus Tugas Lombok yang melibatkan sekitar 65 tenaga mahasiswa sebagai tenaga pembimbing.
Baca juga:
Sosok Helmi Dimata Awak Media Hukrim NTB
|
Gugus Tugas Lombok mendorong lebih intensif, (a) Penanaman Padi Gora seluas 1.950 hektar; (b) Bimas Padi 20.000 hektar. (c) Rehabilitasi saluran tersier 200 hektar. (d) Program penghijauan 20 hektar. (e) Pengembangan perikanan air tawar 10 hektar. (f) Mendirikan Lumbung Paceklik di tiap desa dan Lumbung Kemakmuran di tiap kecamatan. (g) Mendorong program transmigrasi.
Pada masa Gubernur Wasita, mulai muncul keyakinan bahwa ancaman gagal panen dan kelaparan bukan sesuatu yang tidak bisa dihilangkan. Pelan namun pasti, masyarakat Lombok Selatan tumbuh keyakinannya bahwa hidup mereka bisa berubah. Pemerintah NTB pun tumbuh keyakinannya bahwa kemiskinan dan kelaparan di Lombok Selatan bisa teratasi dengan terus mendorong usaha-usaha mengatasinya.
Masa Pemerintahan Gubernur
Gatot Soeherman (1978-1988)
Inilah gubernur yang dijuluki gubernur GORA. Pada masanya masa sejarah tertoreh. NTB swasembada beras pada 1984. Buah dari Operasi Tekad Makmur (OTM) yang mulai dilakukan pada musim tanam 1980-1981 di areal seluas 26 ribu hektar di Lombok Selatan dengan mendorong intensifikasi padi gogo rancah (Gora). Inilah operasi pertanian yang mungkin terbesar di era orde baru dan sekaligus tersukses capaiannya.
OTM melibatkan TNI, tokoh-tokoh agama dan pemuka masyarakat secara masif. Terutama untuk menumbuhkan keyakinan petani bahwa keadaan hidup mereka akan berubah lebih baik. Secara teknis OTM dipersiapkan dengan matang. Waktu tanam di atur dengan tepat, petani dan kelompok tani dilibatkan dengan manajemen yang baik, penyuluh pertanian di tambah dan mereka bekerja dua kali lipat lebih keras.
Hasilnya ketika panen raya tiba, padi Gora tumbuh subur dan merata. Presiden Soeharto beserta ibu Tien Soeharto datang melakukan panen raya di Desa Teruwai, Lombok Selatan pada 17 Maret 1981. Pada konferensi lembaga pangan dunia (FAO) di Paris Prancis 1985, Presiden Soeharto datang ke acara dunia itu ditemani Gatot Soeherman. Sebagai satu penghargaan besar dari presiden dan FAO kepada petani-petani Gora di NTB, khususnya petani Gora di Lombok Selatan.
Masa Pemerintahan Gubernur
Warsito (1988-1998)
Gubernur Warsito memimpin NTB selama 10 tahun. Ia mewariskan satu prestasi besar dari pendahulunya yang berhasil membawa NTB swasembada beras pada 1984. Warsito kemudian memantapkan capaian swasembada beras itu dengan terus mendorong peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Di masa pemerintahan Warsito, produksi padi NTB meningkat dengan pasti.
Sekalipun swasembada beras telah NTB raih, tantangan menekan angka kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat masihlah sangat besar. Inilah yang menjadi tantangan besar di era Gubernur Warsito. Selama 10 tahun memimpin NTB, sejumlah fondasi penting diletakkan. Salah satu yang menonjol yaitu fondasi pembangunan sektor pariwisata.
Warsito kemudian belakangan disebut sebagai bapak pariwisata NTB. Potensi pariwisata NTB memang besar dan tantangan mengembangkannya pun besar. Gagasan memiliki bandara internasional kawasan selatan Lombok, membangun infrastruktur jalan dan membentuk Badan Promosi Pariwisata Lombok-Sumbawa, embrionya dimulai di era Warsito. Kemudian dilanjutkan dengan lebih nyata dan besar oleh gubernur-gubernur berikutnya.
Masa Pemerintahan Gubernur
Harun Al Rasyid (1998-2003)
Harun Al Rasyid adalah gubernur NTB pertama yang bukan berasal dari militer. Ia juga gubernur pertama yang merupakan putra asli daerah. Harun Al Rasyid kelahiran Bima dan membangun karier birokrasinya yang panjang di Ibukota. Jabatan terakhirnya di ibukota adalah Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Pada era kepemimpinan Harun Al Rasyid, hubungan pusat-daerah banyak mengalami perubahan mendasar. Era otonomi yang bergulir sebagai buah dari reformasi politik, memberi kesempatan luas bagi daerah mengelola lebih mandiri potensi sumber daya lokal bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Harun Al Rasyid, banyak melakukan penyesuaian dengan perubahan yang cepat di tingkat nasional. Termasuk dalam kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Salah satu yang menonjol adalah Keputusan Gubernur No. 354 Tahun 2000 tentang GEMA PRIMA (Gerakan Mandiri Perubahan Perilaku Masyarakat dan Aparat). Gerakan GEMA PRIMA dirancang sebagai satu cara inovatif mendorong terjadinya perubahan perilaku masyarakat .Terutama perubahan perilaku dalam pelayanan dasar (pendidikan dan kesehatan) serta produktivitas bekerja.
Harun Al Rasyid sedikit banyak telah mengantar NTB melewati masa transisi dengan selamat tanpa gejolak yang besar. Pemerintahan berjalan baik. Pembangunan juga tetap berlangsung. Di eranya kerja-kerja penanggulangan kemiskinan terus dilakukan. Memang tidak terjadi lompatan penurunan yang tajam, tetapi setidaknya tidak terjadi turbulensi yang dalam.
Masa Pemerintahan Gubernur
Lalu Serinata (2003-2008)
Seperti pendahulunya Harun Al Rasyid, Lalu Serinata juga berhadapan dengan sejumlah perubahan politik dan pemerintahan di tingkat nasional. Pada masanya era baru Otonomi Daerah makin diperkuat. Lembaga legislatif (DPRD) yang di era orde baru tidak lebih dari pemberi stempel kebijakan penguasa daerah (gubernur), di era reformasi menjadi lembaga politik yang kuat.
Sepanjang lima tahun memimpin NTB, Lalu Serinata berhadapan dengan tantangan besar menyangkut lambatnya penurunan kemiskinan, minimnya investasi, buruknya infrastruktur, rendahnya nilai tukar petani dan tertinggalnya indeks pembangunan manusia (IPM). Semuanya menempatkan NTB sebagai daerah yang tertinggal dan berdaya saing rendah di tingkat nasional. NTB belum mampu banyak memberikan kontribusi signifikan kepada pembangunan nasional.
Masa Pemerintahan Gubernur
Tuan Guru Bajang (2008-2018)
Tuan Guru Bajang (TGB) menjadi gubernur NTB ke-7 pada usia 36 tahun. Ia adalah Gubernur termuda di Indonesia waktu itu. TGB juga gubernur NTB pertama yang terpilih melalui proses pemilihan langsung pada pemilihan kepala daerah NTB Mei 2008. Berlatar belakang doktor tafsir Quran dari Universitas Al Azhar Kairo Mesir, TGB membawa visi besar “NTB Beriman dan Berdaya Saing” (NTB Bersaing).
Kinerja penanggulangan kemiskinan di era TGB selama 10 tahun, terutama pada lima tahun pertama (2009-2013) salah satu yang terbaik secara nasional. Sejak 2011 hingga 2015 NTB selalu meraih MDGs Award dari pemerintah pusat. Bahkan pada 2016, TGB menjadi satu-satunya gubernur dari Asia yang berbicara di forum UNDP yang digelar di Amerika Serikat. Ia memberikan testimoninya atas kinerja dan capaian program MDGs di NTB.
Di sektor pertanian, geliat pembangunan juga terasa. Produksi pertanian di luar padi yang memang selalu surplus sejak swasembada padi 1984, memperlihatkan tren meningkat signifikan. Terutama produksi jagung di Pulau Sumbawa. Tembus hingga dua juta ton pipilan kering pada akhir 2017.
Pada aspek pembangunan manusia, khususnya indikator angka harapan lama sekolah, pada era TGB terjadi lompatan besar. Pada 2015 angka harapan lama sekolah anak NTB telah menembus 13 tahun. NTB masuk dalam 10 besar provinsi terbaik untuk angka harapan lama sekolah ini. Peningkatan yang tajam ini terjadi sejak TGB bersama-sama seluruh bupati dan wali kota meluncurkan program Beasiswa Siswa Miskin (BSM). Inilah program yang berhasil menekan angka putus sekolah secara signifikan.
Masa Pemerintahan Gubernur Dr. Zulkiflimansyah (2018 - )
Bang Zul, demikian Doktor Zulkiflimansyah biasa disapa. Terpilih sebagai gubernur NTB pada 2018 bersama wakilnya Doktor Sitti Rohmi Djalilah. Bang Zul datang dengan gagasan segar: industrialisasi. Satu gagasan yang memang NTB perlukan untuk percepatan ikhtiar melawan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan.
Bang Zul mendorong Industrialisasi dimulai di NTB. Seperti para pendahulunya, Bang Zul memerlukan satu momentum untuk mendorong pembangunan NTB melompat lebih jauh. Bang Zul meyakini, industrialisasi adalah momentum itu. Industrialisasi yang Bang Zul gagas berpijak pada satu pijakan yang kuat, yaitu surplusnya produksi pangan.
Surplus produksi pangan adalah warisan para gubernur pendahulunya. Sejak era Gatot Soehrman sampai TGB di mana surplus produksi pertanian terjaga dengan menyakinkan di NTB. Bang Zul ingin memastikan warisan itu menjadi modal terbesarnya untuk mendorong industrialisasi. Mengolah hasil pertanian termasuk peternakan dan perikanan menjadi komoditas olahan yang bernilai tinggi.
Ringkas kata, gagasan industrialisasi Bang Zul bukan gagasan yang tanpa pijakan. Bukan gagasan yang berangkat dari ruang kosong. Bukan gagasan yang berhenti sebatas wacana. Gagasan industrialisasi Bang Zul adalah gagasan yang masuk akal. Gagasan yang sangat mungkin dilakukan. Gagasan yang memang dibutuhkan NTB kini dan ke depan.
Apa yang kita simpul dari 8 gubernur itu?
Sejak berdiri hingga kini, NTB telah di pimpin delapan orang gubernur. Sejak gubernur pertama Roeslan Tjakranigrat dilantik pada 1958 hingga Bang Zul saat ini, terbentang rentang waktu 63 tahun lamanya. Sepanjang kurun waktu itu, banyak capaian pembangunan yang telah dihasilkan dan tantangan yang harus dituntaskan. Kesinambungan menjadi kata kuncinya.
63 tahun membangun NTB mengajarkan satu hal: Tak ada hasil yang instan. Tak ada sim salabim dalam pembangunan. Bagaimana swasembada beras diperjuangkan, bagaimana produksi dan populasi pertanian dilipatgandakan, bagaimana sektor pariwisata tumbuh dan berkembang, bagaimana pembangunan manusia dipacu, bagaimana infrastruktur dibangun. Semuanya dimulai dari titik nol dan diteruskan secara berkesinambungan dari satu gubernur ke gubernur pengantinya.
NTB telah menempuh satu jalan panjang pembangunan. 63 tahun merawat harapan dan menjawab tantangan. Ke depan, NTB masih akan terus melangkah menyelesaikan agenda-agenda besar pembangunan. Kita harus menjaga kebersamaan. Sebab, tantangan ke depan makin besar dan beragam. Kita harus bergerak cepat. Sebab, ke depan mereka yang lambat akan dilindas jaman. Kita harus mendorong kreativitas dan inovasi rakyat. Sebab, hanya dengan itu mereka bisa menjadi pelaku utama dan penerima manfaat terbesar dari pembangunan.(red)